BARABAI, Satumejanews.id – Bancana banjir di Kota Barabai, Kalimantan Selatan (Kalsel), 7 – 8 Februari 2022 tadi menambah kesengsaraan warga di Desa Pahalatan, Kecamatan Labuan Amas Utara (LAU). Warga di sana sudah terendam genangan banjir selama dua bulan lebih.
“Kalau warga Barabai kebanjiran kami tertawakan saja. Paling dua tiga hari sudah surut. Bandingkan dengan kami di Pahalatan yang sudah terendam banjir dua bulan lebih,” ucap salah satu warga Pahalatan, Mulyadi agak berseloroh.
Dikontak awak media ini, kemarin, Mumul atau Imul – sapaan akrab penjual ikan basah dan kering itu melukiskan, genangan air ba’ah di desanya terjadi sejak akhir November 2022, dan memang sempat agak menyurut dalam dua tiga hari terakhir.
Namun, adanya banjir yang kembali di Barabai dan sekitar membuat turunnya banjir pasti ke Pahalatan yang memang berada di dataran rendah dan berawa-rawa, sehingga genangannya bertambah dalam dan akan lebih lama. Bahkan kemungkinan bisa sampai 5 bulanan lebih.
Genangan ba’ah atau banjir yang diekspresikan Mumul bagai lautan tak bertepi itu memang dianggap warga biasa saja. Tapi, karena rendamannya cukup lama dan terus-terusan merendam ruas jalan, halaman masjid, langgar, sekolah SD dan sebagian pelataran rumah, tetap saja membuat warga agak kesulitan beraktivitas.
“Ulun saurang (saya sendiri), misalnya, kalau mau ke pasar harus naik perahu bermesin (ces atau ketinting) dulu bawa barang sampai ke tempat peninggalan sepeda motor. Padahal, biasanya Ulun naik sepeda motor dari rumah langsung saja pergi ke pasar,” cerita Mumul di lokasi terpisah.
“Mau tak mau kita harus pakai ces dulu sampai ke tempat aman. Baru naik sepeda motor bawa jualan ke pssar,” timpal Sapri, penjual ikan basah lainnya yang ketika itu jualan di Pasar Jum’at Bagambir, Bamban Utara, Kandangan.
Baik Sapri, Mumul atau penjual ikan lainnya yang sama-sama dari Pahalatan tak terlalu memasalahkan adanya tambahan ongkos naik ces bawa barang jualan pergi pulang. Yang penting, ia bisa jualan di pasar demi memenuhi keperluan dapur keluarga.
Tapi, bagi warga lainnya yang hanya mengharap hasil kebun, dan pertanian padi sawah agak prihatin. Mereka tak bisa apa-apa selain mencari ikan tawar yang hasilnya tak seberapa lantaran semua lahan pematangan, pekarangan, kebun palawija terendam genangan banjir berbulan-bulan lebih.
“Banyak warga yang tak punya apa-apa. Mereka hanya berharap adanya bantuan para donator untuk meringankan beban hidup sehari-hari,” kata Mumul dan Sapri, sambil menimpali bantuan itu hampir setiap hari memang ada, tapi relatif terbatas dan tidak mencukupi.
Sejauh ini belum diketahui berapa banyak jumlah rumah warga yang terisolasi akibat akses jalan satu-satunya teredam setinggi lutut dan kadang sampai paha selama berbulan-bulan ini. Begitu pula jumlah warga yang harus mengungsi dari rendaman banjir.
Sementara Camat Labuan Amas Utara (LAU), H Jamhari ketika coba dikonfirmasi awak media ini melalui pesan WA, Selasa (8/2) malam, belum memberi jawaban. Lantaran itu belum diketahui seperti apa bentuk penanganan warga di desa yang berpenduduk 914 jiwa tahun 2020 itu. (JJD). (snm10)