Satumejanews.id. SANGATTA – Sorotan tajam tertuju pada Kabupaten Kutai Timur (Kutim) seiring dengan terungkapnya data yang mencengangkan 9.644 anak di wilayah ini masuk dalam kategori Anak Tidak Sekolah (ATS). Jumlah ini menjadi alarm bagi masa depan generasi penerus Kutim, mendorong pemerintah daerah untuk bergerak cepat mencari solusi.
Bunda PAUD Kutim, Hj Siti Robiah, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini. “Angka ini adalah hasil verifikasi data sejak awal tahun. Meski ada perbaikan dari data awal yang mencapai sekitar 13.000 anak, namun angka 9.644 ini masih sangat tinggi,” ujarnya dalam penutupan Bimbingan Teknik (Bimtek) Pengoptimalan Data Pendidikan di Hotel Royal Victoria, Kamis (10/10/2025).
Merespon situasi ini, Pemkab Kutim menggelar Bimtek selama tiga hari yang difokuskan pada pemberdayaan Operator Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Langkah ini menjadi fondasi awal untuk membangun sistem kolaborasi yang efektif dalam menekan angka ATS.

Siti Robiah menekankan pentingnya sinergi antarinstansi dalam menangani masalah ini. “Kerja sama dan kolaborasi dalam memverifikasi data antara dinas instansi sangat penting, khususnya Disdukcapil, Kementerian Agama, Bappeda, Dispemdes, serta TP PKK,” tegasnya.
Menurutnya, kolaborasi adalah kunci untuk memastikan data yang akurat dan valid. Data ATS yang tersebar harus segera diidentifikasi dan dicarikan solusi. Ia mengajak seluruh Perangkat Daerah (PD) terkait untuk mengentaskan ATS melalui program cap jempol dan peran strategis Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
“ATS bisa kembali didata lewat Dapodik untuk selanjutnya dimasukkan di program Cap Jempol serta PKBM yang ada di Kecamatan dan Desa,” harapnya.
Siti Robiah juga menyoroti salah satu akar masalah yang menyebabkan tingginya angka ATS, yaitu ketidakakuratan data akibat migrasi penduduk. “Data anak tidak dirubah sehingga memunculkan ATS. Anak yang awalnya sekolah SD di Kutim, setelah lulus pindah keluar kota, sementara data awal belum ada perubahan,” paparnya.

Oleh karena itu, pembaruan data secara berkala setiap tahun menjadi sangat penting untuk mengatasi dinamika ini.
Sementara Plt. Kepala Bidang PNF Disdikbud Kutim, Heri Purwanto, menambahkan pemberdayaan operator Dapodik juga melibatkan operator SD dan SMP. Hal ini terkait dengan verifikasi data ‘drop out’ dan lulusan yang tidak melanjutkan pendidikan.
“Setelah pelatihan ini, para operator akan melakukan sosialisasi langsung ke SD dan SMP yang menjadi binaannya. Ini salah satu bentuk aksi pencegahan,” jelas Heri.
Heri menegaskan penanganan ATS bukan hanya tanggung jawab Disdikbud, tetapi seluruh pemangku kepentingan dan OPD terkait. “Dengan adanya kolaborasi ini, kita semua menaruh harapan agar ATS di Kutim dapat diturunkan,” pungkasnya. (sm4)