Satumejanews.id. SAMARINDA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kaltim KH Muhammad Rasyid mengajak kepada seluruh kaum muslim di negeri ini, untuk melawan sosial media (Sosmed) yang merusak citra umat Islam.
Sebagai gambaran menurut Rasyid, di Indonesia ada ribuan pesantren tersebar di seluruh pelosok tanah air, termasuk di Kaltim. Sebenarnya, pengasuh pondok pesantren berusaha maksimal untuk melakukan karya baik, membina umat, mengajarkan dan mengedukasi santrinya sehingga menjadi orang-orang berakhlak.
“Tetapi, seolah gara-gara sosial media (sosmed) bisa dicitrakan kurang baik. Itu terjadi, karena belakangan ini ada kejadian yang menimpa santri kaitan pencabulan. Sehingga yang kasihan pesantren dan santrinya. Tudingan masyarakat diarahkan pada pesantrennya,” ujar Ketua MUI Kaltim Kh Muhammad Rasyid saat bincang bincang dengan media di ruang kerjanya, Jalan Harmonika Samarinda belum lama ini.
Lanjut Imam Besar Islamic Center Samarinda ini, dulu media mainstream (konvensional) tidak secepat sekarang. Karena ulah sosial media (sosmed), kejadian langsung dipersepsikan semuanya jadi kurang baik. Padahal, tidak semua pesantren terjadi seperti itu. Di Indonesia ini tercatat lebih 3.000 pondok pesantren. Jika kejadian hanya beberaa pndok saja, dan itu dilakukan oleh oknum.
Ini yang harus dilakukan counter dalam persepsi media oleh MUI.
“Menurut saya, berita yang beredar di sosial media mengakibatkan pesantren terkena imbasnya. Padahal, itu dilakukan oleh oknum. Santri serta ribuan pesantren lainnya baik-baik saja. Makanya kita harus lawan sosmed yang citranya merusak Islam. Itu tugas para wartawan, kominfo MUI baik yang ada di Provinsi atau kabupaten Kota,”ujarnya.
Mantan Ketua Baznas Kaltim ini mengatakan, era digitalisasi susah dibendung. Proses penyimpulan suatu peristiwa dicermati dalam dua kutub yakni konteks dan teks. Melihatnya pada teks dengan konteks yang tidak utuh tanpa data lengkap dan tidak tabayun. Sehingga, memunculkan persepsi irasional.
“Saya pernah menghadiri suatu acara warga binaan di rutan menyatakan diri pernah digembleng, didoktrin dengan konsep cuci otak (brain washing) kaitan terorisme. Lalu orang itu berikrar kembali ke NKRI. Jadi sejauh ini bukan warga Indonesia, padahal warga Selili Samarinda,” ujarnya.
“Ada contoh lain lagi, warga binaan yang membaiat dirinya untuk keluar dari ISIS, yang juga terkena doktrin. Pikiran mereka itu didoktrin lewat sosmed. Jadi harus dilawan dengan berita positif (good news is good news). Saya pernah mendapat keterangan dari sahabatnya yang bekerja di Kemenkum HAM. Dia bercerita bahwa ada yang mengucapkan Alhamdulillah dan telah meloloskan orang yang tertembak mati di Poso masuk surga. Padahal ia ditembak karena teroris. Bayangkan, doktrinnya berbahaya. Itu semua dilakukan lewat sosmed,” kisah Muhammad Rasyid
Oleh karena itu Ia minta umat Islam harus meletakkan dasar-dasar, melihat peristiwa dengan berdasarkan paham ajaran Islam yang disebut wasathiyah atau mengarahkan umatnya agar seimbang dalam semua dimensi kehidupan.
Lanjutnya , untuk mengurangi kekerasan dan pertikaian di Media Sosial, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang pedoman bermuamalah di media sosial. Fatwa tersebut memuat hukum serta aturan bermedsos bagi umat muslim. Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan adalah berghibah, menyebar fitnah, adu domba, bullying, ujaran kebencian dan permusuhan. Umat muslim juga dilarang menyebarkan pornografi serta mempublikasikan konten pribadi.
“Dengan keluarnya fatma bermedsos dari MUI ini, mengajak kepada umat muslim untuk mewujudkan perilaku bermedia sosial, mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran,” ajak Rasyid. (*)