Satumejanews.id. SANDARAN – Upaya penurunan angka keluarga berisiko stunting di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus di genjot. Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kutim melakukan kunjungan kerja lapangan ke Kecamatan Sandaran, lokus ke-16 yang menjadi fokus intervensi, Rabu (19/2/2025).
Kegiatan yang digelar di BPU Kantor Desa Susuk Luar ini dihadiri Wakil Ketua BAZNAS Abdullah, perwakilan Bappeda, Disnaker, DPMDes, Dinkes, TP-PKK, Disdik, serta unsur muspika dan perangkat desa. Kunjungan ini bertujuan memperkuat sinergi antar-pemangku kepentingan guna mengatasi kendala teknis dan non teknis yang menghambat penurunan stunting di wilayah terpencil tersebut.
Sekretaris TPPS Kutim, Achmad Junaidi, mengungkapkan Kecamatan Sandaran menghadapi tantangan kompleks dalam validasi data stunting. Menurutnya, sinergi antara Tim Pendamping Keluarga (TPK), Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), dan pemerintah setempat masih perlu ditingkatkan.
“Data BNBA (by name by address) harus selalu diperbarui. Namun, di Sandaran, kendala jaringan internet dan sinyal lemah menyebabkan data stunting tidak terlaporkan secara real-time,” tegas Junaidi.

Ia mencontohkan, meski jumlah kasus stunting yang tercatat di Sandaran masih rendah, hal itu belum mencerminkan kondisi sebenarnya.
“Data bisa meledak begitu jaringan diperbaiki. Saat ini, laporan dari TPK dan PLKB tertahan karena kendala teknis,” ujarnya.
Untuk itu, TPPS telah mengimbau Diskominfo Kutim mempercepat pembangunan tower dan peningkatan kualitas internet di balai desa dan puskesmas. Junaidi juga menekankan pentingnya kolaborasi hingga tingkat RT.
“Camat harus turun ke desa, desa ke RT, dan RT langsung ke warga. Sandaran butuh pendekatan khusus karena karakteristik wilayahnya yang rumit,” tambahnya.
Sedangkan Plt Camat Sandaran, Mulyadi, mengakui pemahaman tentang indikator stunting di kalangan aparat desa masih terbatas.

“Stunting bukan sekadar anak bertubuh pendek, tetapi terkait perkembangan dan kesehatan jangka panjang. Selama ini, banyak kasus hanya dikategorikan ‘berisiko’, belum pasti stunting,” jelasnya.
Kendati demikian, Mulyadi berkomitmen mengoptimalkan peran stakeholder lokal, termasuk perusahaan sekitar.
“Saya akan instruksikan kepala desa menjalin kerja sama dengan perusahaan untuk program tambahan gizi atau bantuan lain,” ucapnya.
Menurutnya, penanganan stunting tidak bisa hanya mengandalkan target administratif, tetapi memerlukan pendekatan personal dan keterlibatan seluruh lini.

Kepala Desa Marukangan, Endi Heriyanto, mengungkap terdapat kesenjangan data antara kabupaten dan desa.
“Data terbaru dari kabupaten menyebut hanya 2 anak di Marukangan yang berisiko stunting. Tapi, kami khawatir ada kasus yang belum terdata,” katanya.
Tak lupa Endi mengajak semua desa di Sandaran mendapatkan akses data akurat untuk memastikan intervensi tepat sasaran. Ia juga mengapresiasi kunjungan TPPS kali ini.
“Sebelumnya, kami minim pemahaman tentang stunting. Dengan adanya pertemuan ini, kami bisa lebih proaktif turun ke lapangan,” imbuhnha.
Sejak 2024, Marukangan telah mencatat penurunan risiko stunting dari 12 KRS menjadi 2 KRS berkat program posyandu dan pendampingan keluarga.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Sandaran dr. Budi Rinanto , menegaskan pencegahan stunting memerlukan data valid dari posyandu. “Dari 575 Kartu risiko stunting (KRS) di Sandaran, hanya 50% yang aktif ke posyandu. Ini menghambat identifikasi kasus,” paparnya.
Untuk itu, Puskesmas menggalakkan program jemput bola dengan melibatkan kader desa dan RT mendatangi keluarga berisiko. “Anak yang tidak ditimbang di posyandu harus dipantau langsung. Setelah data valid, intervensi seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bisa dilakukan,” jelas Budi.
Menurutnya, penanganan stunting harus bergandengan tangan. “Dinas kesehatan hanya menentukan status stunting, tetapi penurunannya butuh kerja sama semua pihak,” tambahnya.
Kunjungan TPPS ke Sandaran menegaskan penurunan stunting tidak bisa mengandalkan sektor kesehatan saja. Dari sisi infrastruktur, perbaikan jaringan internet menjadi prioritas untuk memastikan pelaporan data lancar. Sementara di tingkat desa, pelibatan RT dan kader posyandu dinilai hal penting untuk memantau tumbuh kembang anak. (sm4)