Beranda Keagamaan Menyempatkan Jumatan di Al Jabbar

Menyempatkan Jumatan di Al Jabbar

1368
0

Catatan Rizal Effendi

DATANG ke Bandung beberapa hari lalu, saya sempatkan jumatan di Masjid Al Jabbar, kemarin. Sejak dari Balikpapan sudah saya niatin datang ke sana. Rasanya tidak pas juga sebagai ketua Masjid Agung At Taqwa, saya belum pernah singgah ke masjid yang dibangun dan dirancang langsung oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil tersebut.

Masjid Al Jabbar adalah salah satu masjid baru yang viral di jagat maya. Banyak dibicarakan umat Islam di Tanah Air. Terutama dari kemegahan, keunikan dan biaya pembangunannya. Selain Masjid Raya Sheikh Zayed Solo hadiah dari putra mahkota Uni Emirat Arab, Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan.

Saya terkagum-kagum ketika memasuki gerbang Masjid Al Jabbar. Auranya memang luar biasa. Masjid yang dibangun di atas lahan seluas 25 hektare di kawasan Kecamatan Gedebage itu, didesain agak beda dengan masjid-masjid di Tanah Air, yang umumnya memiliki kubah. Al Jabar tanpa itu. Alasan Ridwan Kamil tak ada dalil yang mewajibkan membangun masjid harus ada kubahnya. Malah kubah sering membuat suara jadi bergema.

“Inspirasi masjid ini adalah datang dari rumus matematika. Di bawah ada 10 bentuk kurva, di atasnya lima, kemudian jadi empat, jadi dua dan atasnya satu,” kata Kang Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil seperti diberitakan detik Jabar.

Dia menjelaskan, Al Jabbar juga berarti asmaulhusna. Artinya maha perkasa dan maha juara. “Selain itu, nama Jabar juga akronim dari Jawa Barat,” tambahnya.

Masjid Al Jabbar juga popular disebut “masjid terapung.”  Karena dikelilingi danau retensi sebagai penyerap air yang datang dari utara menuju selatan kawasan kota Bandung. Danau yang mengelilingi masjid itu, sempat dijadikan “kolam renang” oleh anak-anak yang bermain di sana.

Seperti Al Zayed, Al Jabbar juga dipenuhi jamaah dan tamu wisata religi dari berbagai penjuru Tanah Air. Ribuan orang datang tiap hari. Hampir tiap sudut tak ada yang kosong. Daya tampung masjid ini bisa mencapai 50 ribu orang. Dilengkapi juga dengan museum sejarah Islam, sejarah Rasulullah dan 25 Nabi serta perkembangan Islam di Nusantara.

“Saya senang datang ke masjid ini. Selain bisa beribadah, juga menambah pengetahuan dan keimanan saya dengan mengunjungi museum sejarah Islam dan Rasulullah,” kata Ibu Salmah, jamaah yang datang dari Kalimantan Selatan.

Luar biasa rasanya bias salat Jumat di Al Jabbar. “Kita di sini seperti di sarang lebah. Pasrah dengan kehendak Yang Kuasa,” kata sang khatib. Khotbahnya cukup singkat tapi mengena. Saya terpana karena sebagian besar jamaah Al Jabbar anak-anak remaja dan pemuda.

Tak ada laporan keuangan dari pengurus. MC hanya mengantar sebentar langsung azan. Saya lihat ada juga beredar beberapa kotak sedekah, tapi tidak dilakukan secara masif. Saya yang berada di saf 10 tak melihat ada kotak amal yang lewat di depan saya.

Masjid Al Jabbar diresmikan akhir tahun 2022 tepatnya Jumat, 30 Desember. Biaya pembangunannya disebut Kang Emil sebesar Rp 1 triliun, yang disisihkan dari APBD Jabar. Urusan biaya ini yang dipersoalkan sejumlah warga termasuk LSM Beyond Anti-Corruption (BAC). Mereka mempersoalkan Pemda Jabar tidak transparan. Karena ditemukan fakta bahwa anggaran pembangunan Al Jabbar bisa mencapai Rp 1,6 trilyun.

BAC membuat petisi. Dan mendapat dukungan tidak kurang dua ribu orang. “Itu artinya masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah pembiayaan pembangunan Al Jabbar. Kami teruskan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan audit,” kata Dedi Hariyadi, Koordinator BAC.

Ridwan Kamil menjelaskan, pembangunan Masjid Al Jabbar merupakan hasil musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dan aspirasi jutaan warga Jabar terutama umat Islam. “Tidak ada masalah penggunaan APBD karena itu kewenangan penyelenggara negara. Biasa dana APBD untuk membangun rumah ibadah, tidak saja masjid, juga gereja, pura dan rumah ibadah lainnya,” tambahnya.

SUDAH 10 MASJID

Saya berteman dengan Kang Emil ketika kami sama-sama menjadi wali kota. Sama-sama menjadi pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Bahkan Ridwan Kamil pernah menjadi wakil ketua Aliansi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi (Akkopsi) di mana ketuanya dipercayakan kepada saya.

Sebelum merintis karier di jalur politik, Ridwan Kamil dikenal sebagai  seorang arsitek berkelas dunia. Setelah lulus dari ITB, dia mengambil masternya di University of California, Berkeley, Amerika Serikat. Lalu menempuh program doktor di Dong-a University.

Dia sempat bekerja dan menjalankan profesinya sebagai arsitek di negeri Paman Sam. Lalu pulang ke Bandung mendirikan Urbane bersama teman-temannya. Urbane adalah firma yang banyak diberikan kepercayaan merancang desain berbagai bangunan, sehingga beragam penghargaan berhasil diraih.

Monumen tsunami Aceh yang bertema “Rumoh Aceh as Escape Hill” adalah karya Ridwan Kamil. Ia berhasil memenangi sayembara tingkat internasional pada tahun 2007 dalam rangka mengenang peristiwa dahsyat tsunami Aceh pada tahun 2004, yang merenggut sekitar 230.000jiwa.

Berkat kepopuleran dan kecerdasannya Kang Emil pada tahun 2013  didorong mengikuti Pilwali Kota Bandung dan menang. Jalan politik semakin terbuka sehingga tahun  2018 dia terpilih sebagai gubernur Jabar. Saat ini nama Kang Emil disebut-sebut juga sebagai salah satu calon wakil presiden.

Dari catatan yang ada, sudah 10 masjid yang didesain Kang Emil. Selain Al Jabbar juga Masjid Al-Irsyad (Bandung Barat),  Masjid Raya Asmaul Husna (Tangerang), Masjid Al-Safar (Rest Area Km 88 Tol Purbaleunyi), Masjid Raya Al-Azhar (Sumarecon, Bekasi), Masjid Jami’e Darussalam (Tanah Abang), Masjid Al-Kamil (Kabupaten Sumedang), Masjid Baiturahman (Yogyakarta) dan Masjid Kubah 99 AsmaulHusna (Makassar).

Selain di Tanah Air, Kang Emil juga  mendesain kembali Masjid Syeikh Ajlin di Gaza, Palestina yang hancur karena serangan Israel. Pembangunan kembali masjid tersebut merupakan hasil urunan bersama masyarakat Indonesia sebanyak Rp20 miliar. Akhir November tahun lalu, Masjid Ajlin sudah bisa dipergunakan kembali.

Kang Emil juga tengah merancang pembangunan Masjid Al-Mumtadz di Kawasan Cimaung, Kabupaten Bandung. Masjid ini dibangun di samping kawasan Islamic Center Baitul Ridwan, berdekatan dengan makam mendiang putranya, Emmeril Kahn Mumtadz (Eril). Sesuai namanya, masjid tersebut dibangun untuk mengenang Eril yang tewas tenggelam ketika berenang di Sungai Aare, Kota Bern, Swiss, 26 Mei 2022 lalu.

“Dear Eril. Rumah akhirmu berada di sebelah masjid. Masjid yang bertempat di kampung ibumu. Masjid yang didesain dan sedang dibangun oleh ayahmu. Dan, yang terpenting, masjid ini dinamai seperti namamu, Masjid Al-Mumtadz, yang dalam Bahasa Arab artinya terbaik,” begitu kata Ridwan Kamil dalam unggahan Instagramnya.(*)

Artikulli paraprakPembangunan Infrastruktur Tunjang Pereknomian Masyarakat
Artikulli tjetërDua Warga Sungai Buluh Hilang Menukui Lukah, Tim Gabungan BPBD HST Masih Lakukan Pencarian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini