Beranda Nasional Kampungku Gelap Meski Di Lumbung Energi

Kampungku Gelap Meski Di Lumbung Energi

22152
0

Sistem pembangkit listrik hibrid dan modular dari Kemtecnia, Spanyol. (Ist)


Oleh Syukri M Nur
Visiting Scholar di Pusat Penelitian Biomassa Jerman (DBFZ) di Leipzig.

Andaikan saja mahasiswa sekampung saya, di Kalimantan Timur, tak mengirimkan data desa-desa di Kaltim yang belum mendapatkan pasokan listrik berkualitas. Mungkin saja kenangan era tahun 70 dan 80-an selalu terpendam dan boleh jadi juga tak pernah terungkap lagi.

Namun, data itu yang membangkitkan kembali kenangan pahit tapi indah ini. Pahit jika melihat kampung sendiri ternyata masih gelap. Padahal kampungku itu adalah salah satu lumbung energi nasional bahkan dunia. Saya pernah ke Fukuoka-Jepang ternyata kota itu terang bederang setiap saat (24 jam/7 hari) karena menggunakan energi dari Kaltim. Lalu kenapa juga sebut indah? Nah, di era itu lampu strongkeng atau petromaks menjadi andalan untuk penerangan rumah. Kala senja berganti petang, terangnya lampu petromak masih sempat mengantarkan kami untuk belajar di malam hari.
Kampungku Gelap

Sebanyak 205 Desa di Kaltim masih gelap karena pasokan listrik masih belum berkualitas. Kata belum belum berkualitas dapat diartikan bahwa pasokan listrik tersebut hanya tersedia 5-10 jam setiap hari. Penggunaannya pun hanya untuk penerangan rumah. Pasokan listrik yang berkualitas itu dicirikan oleh penggunaan listrik untuk penerangan rumah, menggunakan AC untuk pendingin rumah, bahkan digunakan untuk hiburan dan produksi barang ataupun jasa dalam 24 jam setiap hari.

Sekitar 20 persen desa di Kaltim tak punya pasokan listrik yang berkualitas, dan tersebar enam kabupaten di Kaltim (Gambar 1). Lebih dari 53 ribu keluarga yang merasakan itu bahkan akan berbekas pada 162 ribu jiwa. Sama berbekasnya pada penulis. Lalu 30 tahun kemudian baru terungkap bahwa penyediaan energi listrik itu adalah satu dari 17 tujuan utama pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan PBB. Jadi fakta ini dijadikan bahan untuk saling menyalahkan namun membuat kita berdialog untuk mencari solusinya.

Jumlah desa dan kelapa keluarga di Kaltim yang belum menerima pasokan listrik berkualitas (24/7). Sumber: Data diolah dari Dinas ESDM Kaltim 2022.

Teknologi Pembangkit Listrik
Teknologi pembangkit listrik untuk masyarakat di pedesaan, pedalaman, dan perbatasan telah tersedia. Mulai yang menggunakan energi fosil namun mahal dalam biaya operasionalnya hingga teknologi energi terbarukan berbasis energi surya, air, angin dan biomassa.

Harga produksi listrik fosil ini mencapai Rp4.000,- per kWh. Sudah tentu akan menyulitkan bagi PLN untuk alokasikan subsidinya. Masyarakat desa pun hanya sedikit yang akan mampu membeli listrik semahal itu. Teknologi listrik modern kini terbungkus dalam kontainer dengan asupan bisa tunggal atau kombinasi dari beberapa sumber. Jadi mampu memasok listrik sesuai dengan kebutuhan desa untuk penerangan, aktivitas rumah tangga, hiburan, dan produksi jasa dan barang. Harga jual listrik ini relatif sama dengan harga jual listrik di kota, berkisar Rp 1500/kWh. Dua produsen utama sistem pembangkit listrik hibrid dan modular ini adalah Kemtecnia dari Spanyol (Gambar 2) dan Lipro Energy dari Jerman (Gambar 3). Bahkan Kemtecnia memberikan cotoh sistem mesin mereka dan dikaji oleh kawan kawan di Universitas Darma Persada Jakarta. Kemtecnia menggunakan energi surya dan angin namun dapat dimodifikasi dengan tambahan energi dari aliran sungai untuk menghemat pemakaian baterei dan mengurangi modal investasi.

Lipro Energi merupakan sistem pembangkit listrik yang menggunakan biomassa. Nah biomassa ini dapat memanfaatkan tanda kosong kelapa sawit maupun serpihan limbah kayu kering. Sudah tentu, Kaltim memiliki bahan bakar seperti ini dan melimpah. CEO perusahaan ini menghubungi penulis dan senang berdiskusi karena saya tak pernah meminta imbalan. Hanya satu syaratnya, teknologinya untuk Kaltim dan dibantu dengan mekanisme pembiayaan berbunga rendah dari negaranya.

Sistem pembangkit listrik biomassa dan modular dari LIPRO Energy, Jerman.

Harapanku Kaltim Terang Terus
Tapak-tapak perjalanan penulis yang diinjakkan di belahan bumi ini sangat terinspirasi oleh pengalaman masa kecil tersebut dengan lampu strongkeng. Masih terbenam juga sebuah harapan yang kelak akan jadi nyata. Membangun pembangkit listrik untuk desa.
Terus terang, penulis berharap bahwa Kaltim akan mampu terang terus sepanjang 24 jam 7 hari. Bagi penulis yang hanya dosen di perguruan swasta, harapan ini hanya mampu terwujud dalam bentuk tulisan. Malu karena membuat diri ini hanya semakin tinggi di atas menara gading kampus. Pengusaha dan Pemerintah Daerah di Kaltim ini perlu turun tangan. Karena ada peluang bisnis untuk pengusaha bahkan kewajiban negara untuk menghadirkan dirinya dan tidak terlupakan bersama gelapnya malam di desa. Semoga tulisan ini bermakna. Salam hormat penulis, dari Borsdorf, desa di ujung kota Leipzig, Jerman.

Artikulli paraprakSemarak, Gelar Nanang HST 2022 Disandang Akmal Firdaus, Si Galuh Melekat ke Resty Nurhaliza
Artikulli tjetërReuni Terakhir Pangeran Harry

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini