Catatan Wardi
HARI Rabu, tanggal 30 November 2022 malam lalu, sekitar pukul 11.30 Wita, menjadi sejarah bagi Kutai Timur (Kutim). Terutama dalam pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023. Betapa tidak. Sebab, angka yang disepakati antara Pemkab dan DPRD Kutim mencapai Rp 5,9 trilyun. Nyaris tembus angka Rp 6 trilyun.
Meski pada awalnya Pemerintah Kutim mengajukan proyeksi pendapatan sekitar Rp 3,6 trilyun, namun setelah memperoleh dorongan dari kalangan anggota DPRD, akhirnya bisa mencapai angka yang cukup pantastis.
Penetapan APBD sebesar Rp 5,9 trilyun itu bukan tanpa alasan. Fraksi PDI Perjuangan DPRD saat menyampaikan Pemandangan Umum Fraksi beberapa waktu lalu menegaskan, agar pemerintah lebih semangat dalam mengajukan proyeksi APBD tahun 2023 mendatang. Alasannya, APBD Perubahan tahun 2022 yang disahkan sudah mencapai sekitar Rp 4,5 trilyun.

“Jika tahun 2023 yang diproyeksikan hanya Rp 3,6 trilyun, berarti ada penurunan. Setidaknya sama dengan tahun ini, sehingga proyek pembangunan yang dinilai prioritas bisa dikerjakan dengan baik. Dan, peluang untuk itu masih terbuka lebar,” kata anggota DPRD Kutim dari Fraksi PDI Perjuangan, Faizal Rachman.
Pertama, masih ada peluang angka Rp 900 milyar, jika proyeksi APBD tahun 2023 disamakan dengan tahun 2022 saat diketok APBD Perubahan. Kemudian ada peluang Kutim memperoleh dana bagi hasild ari sektor kepala sawit. Kemudian bantuan keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) juga cukup besar.
Setelah melalui pembahasan yang cukup panjan dan alot, akhirnya Pemerintah Kutim menyesuaikan dan proyeksi APBD tahun 2023 mencapai Rp 5,9 trilyun. Luar biasa. Sepanjang kabupaten ini berdiri sejak 1999 silam, APBD yang disahkan belum pernah menyentuh angka Rp 4 trilyun.
Menurut catatan yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, APBD Kutim tahun 2016 silam, yang disahkan DPRD dan Pemkab Kutim sebesar Rp 3,5 trilyun. Setahun kemudian, tahun 2017 justru mengalami penurunan menjadi Rp 2,6 trilyun.

Kemudian tahun 2018 APBD Kutim tercatat Rp 2,875 trilyun. Tahun 2019 mengalami kenaikan sedikit menjadi Rp 2,9 trilyun. Tahun 2020 juga terus naik, yakni Rp 3,495 trilyun. Setahun kemudian kembali mengalami penurunan, APBD Kutim yang disahkan menjadi Rp 2,9 trilyun.
Tahun 2022, Pekab Kutim pada saat pengajuan nota pengantar APBD hanya sebesar Rp 2,9 trilyun. Asumsinya sama dengan tahun sebelumnya. Ternyata saat pengajuan perubahan APBD, melonjak menjadi Rp 4,4 trilyun. Dan, APBD tahun anggaran 2023 yang sudah disahkan dan disepakati antara Pemkab dan DPRD Kutim sebesar Rp 5,9 trilyun.
Kenaikanya sangat signifikan. Dengan melimpahnya anggaran tersebut, terjadi kewalahan dalam penyerapan anggaran. Sebab, dalam waktu singkat, memperoleh gelontoran transfer Dana Bagi Hasil (SBH) yang cukup besar, sehingga APBD Perubahan menjadi Rp 4,4 trilyun.
Tak pelak lagi, terjadi silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun 2022. Diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah, silpa tahun 2022 ini.
Bukan hanya APBD yang disahkan malam itu. Kedua lembaga negara itu, eksekutif dan legislatif di Kawasan Bukit Pelangi juga menyepakati terkait proyek Multi Years Contrac (MYC) tahun 2023 sebesar Rp 1, 369 trilyun.
Persetujuan MYC ini awalnya juga menjadi pembahasan alot di kalangan wakil rakyat. Namun setelah dilakukan berbagai pertemuan, bahkan sempat melakukan konsultasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kemendagri, akhirnya kedua belah pihak sepakat terkait MYC tersebut.

Luar biasa. Ini menjadi sejarah bagi Kutai Timur (Kutim), lantaran tahun 2023 menjadi momentum yang penting. Terutama pengesahan APBD dan MYC yang cukup pantastis nilainya.
Dengan adanya anggaran yang cukup besar seperti itu, diperlukan kecerdasan dan kepiawaian dalam pengelolaan keuangan negara. Jangan sampai kelak terjadi kesalahan, bahkan penyelewangan. Terkait hal itu, tidak menutup kemungkinan Aparat Penegak Hukum (APH) juga ‘mengintip’ diam-diam terhadap perjalanan dalam pelaksanaan dan realisasi anggaran.
Bukan hanya Kepolisian dan Kejaksaan. Tidak menutup kemungkinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut ‘mempelototi’ anggaran yang disahkan tersebut. Siap-siap saja, jika terjadi kesalahan, bakal terjerat hukum. Hal ini jangan sampai terjadi.
Saya hanya mengingatkan kepada semua OPD dan pelaksana kegiatan, untuk bersikap hati-hati. Jangan sampai lengah. Untuk melangkah, tentunya harus mengacu ketentuan dan perundangan yang telah ditetapkan.
Kendati demikian, saya tetap berharap, Kutai Timur yang tahun depan memiliki anggaran cukup besar, kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik lagi. Pembangunan infrastruktur juga lebih merata dan dirasakan masyarakat banyak.
Bukan itu saja. Program pembangunan yang dilaksanakan juga sesuai dengan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati serta RPJMD yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Semoga seluruh pemangku kebijakan amanah dalam menajalankan tugas dalam pengelolaan keuangan tahun 2023 mendatang. Selamat bertugas dan sukses. ***