
Satumejanews.id. KUTAI KARTANGERA – Perayaan hari Raya Nyepi di desa Kerta Buana, Kecamatan Teggarong Seberang, hampir mirip dengan Bali. Hal itu sangat wajar, lantaran desa tersebut sebagian besar dari provinsi Dewata tersebut.
Setiap tahun, Desa Kerta Buana selalu merayakan hari raya Nyepi, sebuah perayaan umat Hindu Bali. Hal ini juga terlihat saat perayaan Nyepi tahun 2024 ini, Senin (11/3/2024).
Menurut Kepala Desa Kerta Buana I Dewa Ketut Adi Basuki, perayaan Nyepi di desanya memang digelar setiap tahun, seperti yang dilakukan di provinsi Bali. Sebab, mayoritas desanya menganut agama Hindu.
“Jumlah warga Desa Kerta Buana mencapai 5.625 jiwa. Sedangkan, 1.969 jiwa atau 35 persennya merupakan umat Hindu,” Dewa Ketut Adi Basuki.
Dijelaskan, ada empat pantangan yang diperhatikan saat Hari Raya Nyepi yang disebut Catur Brata Penyepian. Yakni, Amati Geni, berarti larangan untuk menyalakan api sepanjang hari. Warga Hindu tidak boleh memasak, tidak menyalakan lampu, dan berpuasa tidak menikmati makanan atau minuman.
Kemudian Amati Karya, berarti larangan untuk bekerja fisik karena fokus untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
Selanjutnya Amati Lelanguan, yakni larangan untuk mencari hiburan karena pikiran harus dipusatkan untuk mengingat dan memikirkan Ida Sang Hyang Widhi dan melakukan introspeksi diri.
Ada juga Amati Lalungan, yakni larangan untuk bepergian karena tidak diperbolehkan untuk pergi dari area tapa brata dilaksanakan dan Gembak Geni sehari setelah Nyepi.
Menurut Kades Kerta Buana, warga transmigrasi dari Bali pertama kali menempati kawasan tersebut tahun 1980, tepatnya pada 11 Oktober 1980 silam. Saat itu, 400 kepala keluarga asal Provinsi Bali transmigrasi ke Kabupaten Kukar (Kukar), yang berlokasi L4 (nama sebutan waktu itu).
Sekarang, lokasi itu diberi nama Desa Kerta Buana. Hingga saat ini, penduduknya mencapai 1.969 jiwa. Meski sudah banyak terjadi persilangan perkawinan antar suku di daerah ini, tapi tak bisa menggerus ciri khas Desa Kerta Buana. Sejumlah ritual serta acara adat suku Bali rutin dilakukan.
Seperti kesenian Joget Bumbung, Ngaben, dan kesenian Jegog. Pura yang menjadi tempat ibadah warga Hindu-Bali terlihat di setiap rumah. Meski demikian, tingkat toleransi antarsuku Bali dengan suku-suku lainnya di Desa Kerta Buana juga terbilang sangat tinggi.
“Dukungan dari masyarakat Non Hindu di sini luar biasa, toleransi kita sudah terbentuk sejak lama. Kita biasa saling menjaga,” ujar Dewa Ketut Adi Basuki.
Secara geografis, Desa Kerta Buana berada di tengah-tengah Kecamatan Tenggarong Seberang atau kira-kira berjarak 12 kilometer dari ibu kota kecamatan. Sebelah barat desa ini berbatasan dengan Kecamatan Tenggarong.
Sementara di selatan, berbatasan dengan Kota Samarinda. Sedangkan di Timur dan Utara, berbatasan dengan Kecamatan Marangkayu serta Sebulu. Setiap perayaan acara adat bagi warga Hindu-Bali di Desa Kerta Buana, kerap menjadi daya tarik tersendiri.
Bahkan tak jarang, sejumlah tamu dari pejabat asal Provinsi Bali juga hadir. Itulah yang juga membuatnya yakin bahwa khas suku Bali di kampungnya belum tergerus zaman. “Meski hanya setingkat desa, banyak acara di desa ini yang dianggap menarik bagi warga luar. Seperti acara mengarak Ogoh-Ogoh,” kataKetut Adi Basuki. (adv)