SANGTTA – Bekenjong, salah satu warisan budaya seni pengobatan tradisional, asli dari Kutai Timur (Kutim), mendapat pengakuan tingkat nasional, sebagai Warisan Budaya Takbenda 2021 dari Direktorat Budaya dan Diplomasi Budaya, Kementrian Pendidikan, Kebudayaaan, Riset dan Tekhnologi (Kemendikbudristek) pada akhir Desember 2021 kemarin.
Apresiasi, sekaligus bangga juga dirasakan Bupati Kutim, H Ardiansyah Sulaiman, setelah mendengar budaya pengobatan khas masyarakat, Desa Kelinjau Ilir, Kecamatan Muara Ancalong tersebut, diakui oleh pemerintah pusat.
“Saya paham betul kegiatan itu (Bekenjong), memang sudah ada sejak jaman dahulu, dan dilakukan secara tradisional untuk mengobati orang sakit,” ujar Ardiansyah, Kamis, (24/2/2022).
Atas pengakuan Kemendikbudristek, dianggap Ardiansyah, sebagai salah satu wujud upaya pemerintah untuk melestarikan warisan budaya di Indonesia pada umumnya dan Kutim khususnya .
“Saya berharap, kebudayaan kita yang lain yang bisa menyusul(diakui),” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian Tradisi dan Perfilman Dinas Kebudayaan Kutim, Hendra Ekayana menjelaskan, tradisi Bekenjong tersebut ditetapkan oleh Mendikbudristek melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan. Menetapkan 289 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) yang ada di 28 provinsi sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia tahun 2021.
“Penghargaan tersebut diterima bersamaan dengan 3 Karya budaya lainnya asal Kaltim,” ujar Hendra Ekayana.
“Kita sudah ajukan (didaftarkan) pada awal 2021 melalui Provinsi, setelah sebelumnya dilakukan verifikas dan seleksi,” ujarnya.
Karya budaya yang diakui ini, sambung Hendra, termasuk seni pertunjukan dan adat istiadat masyarakat, ritus, serta perayaan-perayaan. Seperti halnya ritual pengobatan khas masyarakat yang wilayahnya berdekatan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.
“Dan warga desa disekitarnya mengenalnya dengan nama yang dikenal dengan nama bekenjong,” tuturnya.
Untuk diketahui, Bekenjong merupakan ritual yang masih dilakukan secara turun temurun sebagai pengobatan ketika ada anggota keluarga yang sakit.
Pengobatan ini dilakukan dengan cara sang pawang akan memanggil roh-roh halus atau leluhur terdahulu, untuk memohon kesembuhan dengan memberikan sesajen berupa kue sejumlah 40 macam dan mendirikan balai sebagai tempat persembahan.
Ritual pengobatan ini dilakukan oleh garis turunan yang didahului oleh orang tua mereka terdahulu. Karena tidak semua orang dapat melakukan ritual tanpa adanya garis turunan. Dengan adanya tradisi yang masih terjaga ini, membuka potensi bagi desa untuk dikenal lebih luas terutama tradisi dan budaya leluhur yang masih terjaga hingga saat ini.(smm5/smn3)