Satumejanews.id. SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) melontarkan kritik tajam terhadap pengelolaan Hotel Royal Suite di Balikpapan. Seperti yang disampaikan Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, pengelolaan hotel tersebut dinilai tidak mencerminkan profesionalisme dan telah menyimpang dari tujuan awal pembangunan, sehingga mencederai kepercayaan publik.
“Rekomendasinya dicabut saja. Kita bahas ulang kerja samanya dan cari pihak ketiga yang benar-benar serius mengelola,” tegas Ananda.
Dijelaskan, Hotel Royal Suite diketahui dibangun dengan skema Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) dan didanai melalui anggaran publik, namun justru terjerat berbagai masalah serius dalam operasionalnya.
Salah satu temuan mencolok adalah keberadaan tujuh ruang karaoke serta penjualan minuman beralkohol di hotel tersebut. Kondisi ini dinilai jauh melenceng dari fungsi awal hotel sebagai fasilitas pelayanan publik. Selain itu, PT TBI selaku pengelola hotel juga tercatat menunggak kontribusi kepada pemerintah daerah hingga mencapai Rp4,8 miliar.
“Ini uang rakyat. Harusnya manfaatnya dirasakan masyarakat, bukan malah disalahgunakan,” tegas politisi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini. Ia menekankan, penyimpangan ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berpotensi mencoreng reputasi pengelolaan aset daerah.
DPRD Kaltim, lanjut Ananda, tidak akan tinggal diam dalam menyikapi masalah ini. Ia memastikan bahwa lembaganya akan segera merekomendasikan pencabutan izin kerja sama dan mendorong pemerintah untuk mencari mitra pengelola baru yang lebih profesional, transparan, dan berintegritas.
Menurut Ananda, apabila masalah ini terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola aset daerah akan semakin luntur. “Kalau dibiarkan, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. DPRD wajib bersikap,” tambahnya.
Sebelumnya, Komisi I DPRD Kaltim telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Hotel Royal Suite dan menemukan berbagai pelanggaran, termasuk keterlambatan setoran dan perubahan fungsi hotel menjadi tempat hiburan malam. Temuan ini memperkuat dorongan agar evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan hotel segera dilakukan.
Sorotan tajam DPRD ini menambah tekanan pada pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah korektif. Dengan menggunakan dana publik, keberadaan hotel seharusnya memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat, bukan justru menjadi ladang pelanggaran yang menguntungkan segelintir pihak. ( adv/rd/sm)