Beranda Opini Lintasan Energi Biomassa Nusantara: Bogor-Osaka-Bali

Lintasan Energi Biomassa Nusantara: Bogor-Osaka-Bali

1696
0

Osaka dan Bali (21/11/2022).

Pengantar
BOB adalah singkatan dari nama Kota yaitu Bogor, Osaka, dan Bali. Singkatan nama kota itu menunjukkan lintasan perjalanan penulis yang membawa misi energi terbarukan berbasis biomassa dari Nusantara. Sebuah lintasan tapak penulis setelah usai membuat catatan penting dalam hidup ini dan dibukukan dengan judul “Tapak Jalan untuk Energi Terbarukan”. Bukunya dapat diunduh dan dibaca di http://syukrimnur.academia.edu. Penulis hanya mengungkapkan rangkaian tulisan ini hanya di media satumejanews.id. Mulai dari alasan menekuni biomassa menjadi bioenergi sebagai bagian energi terbarukan, bentuk bioenergi yang dibutuhkan pasar Asia dan Eropa hingga strategi teknisnya yang akan membantu pengusaha dan masyarakat memahami peluang industri baru ini. Ujung tulisan dimedia ini adalah buku. Semoga terwujud.

Kenapa Biomassa?
Kenapa anda menekuni biomassa? Kenapa tidak membawa misi energi surya, bayu, hidro, laut, dan panas bumi? Dua pertanyaan ini umum disampaikan para sahabat penulis. Mereka mengenal saya sebagai alumni agroklimatologi IPB yang sempat juga bertapa di Institut Bioklimatologi, Universitas Goettingen-Jerman. Sebuah cabang ilmu terapan cuaca atau iklim utk pertanian dalam arti luas kata Maestro Pencari Mahasiswa berbakat dari IPB.

Jika dilihat perjalanan hidup dalam menimba ilmu, tampak bahwa energi surya, laut, hidro, angin dan panas bumi telah lama dan banyak peneliti yang menekuninya. Boleh jadi tantangan semakin kecil. Mungkin tinggal panas bumi dan biomassa yang masih asing. Pilihan biomassa menjadi tempat berlabuhnya sisa waktu hidup ini untuk ditekuni karena tiga alasan: Pertama, biomassa memiliki ikatan erat dengan pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Bahkan limbah dari kota. Rantai pengikatnya adalah limbah panen dan pengolahan hasil pertanian. Kedua, biomassa dapat diubah jadi komoditi dalam bentuk energi padat, gas, bahkan cair. Ketiga, biomassa memiliki keunggulan dan kelemahan yang memerlukan ketekunan, keahlian, dan kesabaran sehingga perlu membangun paradigma sistem dan teknologi untuk mendapatkan manfaat yang berkelanjutan. Tiga alasan tersebut telah memacu penulis untuk mengumpulkan pengetahuan dari berbagai lembaga riset dan pendidikan. Akhirnya membuat perjalanan diberbagai tempat utama di bumi ini. Terutama di Eropa dan Asia.

Aktivitas untuk Biomassa
Tiga kota yaitu Bogor, Osaka, dan Bali menjadi tempat aktivitas penulis dengan tiga kegiatan utama: penelitian, presentasi, dan konsultasi. Aktivitas riset memang tepat dilakukan di Bogor. Kota hujan ini memiliki sejumlah lembaga riset nasional dan internasional seperti Pusat Penelitian Kehutanan, CIFOR dan IPB. Fasilitas riset cukup tersedia untuk kajian biomassa menjadi bioenergi. Namun sayangnya, lembaga riset milik negara ini telah ditinggalkan oleh penelitinya karena bergabung dengan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Sementara lembaganya berubah menjadi Pusat Standarisasi untuk industri pertanian ataupun bidang jasa lainnya. Apakah ini langkah konsolidasi untuk menapak lebih maju atau kemunduran semangat riset di Indonesia? Mari kita tunggu lima tahun lagi.

Kegiatan di Osaka, Jepang sangat terfokus pada presentasi potensi wilayah Indonesia yang mampu mendukung pasokan bioenergi ke Jepang. Penulis merangkum beberapa hasil riset di Riau, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara terkait kemampuan wilayah tersebut menghasilkan limbah industri kelapa, kelapa sawit, pinang, sagu, dan kehutanan yang dapat dijadikan wood pellet.

Inisiator kegiatan ini adalah APCASI (Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia), yang telah mengundang pemangku kepentingan bioenergi di Jepang untuk berdiskusi dan meeting business. Target kebutuhan Jepang pada Bioenergi sangat besar karena harus mampu memenuhi target minimum enam persen dari 37 GigaWatt atau setara 3.1 juta metrik ton per bulan dalam bentuk pelet kayu (wood pellet kayu). Strategi untuk membangun industri ini akan kita bahas dalam tulisan berikutnya.

Puncak aktivitas penulis ada di Bali, yaitu presentasi hasil riset kelapa terpadu di Maluku Utara. Bergaya presentasi poster, penulis ungkapkan bahwa Maluku Utara memiliki potensi pengembangan kawasan ekonomi baru karena komoditi kelapa. Bukan hanya mampu menghasilkan bahan pangan, tetapi juga bahan pakan, material konstruksi dan bahan bakar. Istilah kerennya 4F (Food, Feed, Fiber,Fuel). Alhamdulillah, ide ini telah soild out (terbeli) karena sebuah perusahaan asing telah menanamkan modalnya di sana, tepatnya di Halmahera Barat.

Potensi Maluku Utara memang tidak hanya kelapa tetapi juga tersedia emas dan nikel. Namun demikian, hanya kelapa yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Harapan besar masih terbentang karena pasokan listrik di wilayah berpulau-pulau ini belum merata. Semoga saja tantangan ini dapat menjadi peluang bisnis baru bagi pengusaha yang berminat memanfaatkan biomassa untuk membangun pembangkit listrik skala desa. Teknologi telah tersedia dan sudah masuk skala komersial. Regulasi dan kebijakan Pemerintah RI perlu mempelajari dan memberikan kepastian investasi. Ide ini penulis sampaikan ke Bappenas dalam puncak acara Indonesia Development Forum 2022 pada 21-22 November di Pulau Dewata, Bali.

Salam hormatku untuk anda, Pembaca setia.

Artikulli paraprakKontribusi Oksigen Hutan Wahau dan Kongbeng Berpengaruh Besar untuk Dunia
Artikulli tjetërMenpora Jelaskan Target Desain Besar Olahraga Nasional