Satumejanews.id. SANGATTA – Setelah dilakukan peluncuruan program “Cap Jempol Stop Stunting”, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim), mengelar rapat bersama stakeholder. Tujuannya, guna menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang akan menjadi panduan terintegrasi dalam penanganan stunting.
Kegiatan yang berlangsung dua hari (29-30/10/2025) di kantor DPPKB Kutim ini, merupakan tindak lanjut launching “Cap Jempol Stop Stunting” tersebut. Semua pihak dlibatkan bersama, di antaranya, OPD terkiat, dunia usaha dan industry.
“SOP ini merupakan wujud nyata kolaborasi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam mempercepat penurunan stunting. Kita tidak bisa bekerja sendiri,” ujar Achmad Junaidi B, Kepala DPPKB Kutim, mewakili Wakil Bupati (Wabup) Mahyunadi.

Menurut Junaidi, setiap OPD memiliki peran unik dan penting. Dari dinas kesehatan yang menangani gizi dan layanan ibu hamil, hingga dinas pendidikan yang memastikan anak-anak tumbuh dengan pola belajar yang sehat dan lingkungan mendukung. Semua harus bergerak bersama.
“Tanpa informasi yang komprehensif dari setiap dinas, mustahil kita bisa merumuskan SOP yang efektif,” tegasnya.
Untuk memastikan kualitas dokumen, kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya, Rahmat Suparman (Plt Kepala PUSJAR) dan Fajar Iswahyudi serta Itcianday (Widya Iswara Ahli Pertama)
Mereka memberikan panduan teknis sekaligus memperkaya perspektif para peserta tentang bagaimana sebuah SOP tidak hanya menjadi dokumen administratif, tetapi juga alat perubahan sosial di lapangan.

Jika berjalan sesuai rencana, SOP “Cap Jempol Stop Stunting” akan difinalisasi sebelum akhir tahun 2025 dan ditetapkan melalui Surat Keputusan atau Peraturan Bupati. Dokumen ini akan menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan program Aksi Kolaborasi Penanganan Kemiskinan dan Stunting (Aksis) yang dijadwalkan mulai berjalan pada 2026.
“Kami optimis, dengan kolaborasi yang solid, angka stunting di Kutim akan terus menurun,” tutur Junaidi.
Namun, ia juga mengingatkan kolaborasi sejati bukan hanya antara instansi pemerintah. Para kader di lapangan—mulai dari bidan desa hingga penyuluh keluarga berencana—pun memegang peran vital. Mereka adalah ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Junaidi menegaskan SOP ini bukan hanya menjadi tumpukan kertas di meja birokrasi, tapi benar-benar menjadi panduan nyata untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Kutim. Kemudian di balik dokumen ini, tersimpan harapan besar agar tidak ada lagi anak di Kutim yang tumbuh tanpa kesempatan menjadi generasi emas yang sehat dan berdaya. (sm4)

























