Beranda Kutai Timur DPPKB Kutim Kembali Lakukan Pemberian PMT dan “Cap Jempol Stop Stunting”

DPPKB Kutim Kembali Lakukan Pemberian PMT dan “Cap Jempol Stop Stunting”

445
0

Satumejanews.id. SANGATTA – Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kutim kembali melaksanakan kegiatan rutin di empat lokus KRS, Senin (15/9/2025. Kegiatan ini bukan sekadar membagikan bantuan. Ada penimbangan bayi, Pemberian Makanan Tambahan (PMT), sosialisasi pola asuh, hingga diskusi terbuka dengan warga untuk memahami akar masalah.

Kepala Dinas PPKB Kutim, Achmad Junaidi, menegaskan cap jempol stop stunting bertujuan memastikan intervensi benar-benar tepat sasaran. Salah satu tujuannya untuk melakukan intervensi kepada Keluarga Berisiko Stunting. (KRS).

“Selain itu, supaya warga tahu apa yang harus diperhatikan dan program apa yang bisa mereka akses, jika sudah terdata sebagai keluarga berisiko stunting,” ujarnya di sela kegiatan di Jalan Barito, Kelurahan Teluk Lingga, Sangatta.

Dikatakan,  intervensi disusun berdasarkan data by name by address atau sesuai kondisi tiap keluarga. Jika keluarga tidak punya jamban, maka program sanitasi jadi prioritas. Jika masalahnya pernikahan dini atau tidak ikut KB, pendekatannya berbeda lagi. Bahkan, bagi keluarga dengan penghasilan rendah, PPKB akan menggandeng Dinas Tenaga Kerja dan Pendidikan untuk membuka akses pelatihan maupun pekerjaan.

Dana desa senilai Rp 250 juta per RT juga akan dikolaborasikan untuk mendukung penanganan KRS. Namun Junaidi menekankan, PMT tidak boleh dianggap solusi ajaib. “Kalau anak memang stunting, PMT wajib diberikan. Tapi jika risikonya karena ekonomi atau sanitasi, intervensinya harus sesuai masalahnya,” tegasnya.

Untuk memastikan koordinasi, dibentuk grup WhatsApp yang melibatkan Tenaga Pendamping Keluarga (TPK) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Harapannya, informasi dan edukasi bisa sampai lebih cepat dan menyentuh keluarga yang benar-benar membutuhkan.

Bagi Kutim, perang melawan stunting bukan sekadar program. Ia harus dimenangkan dengan kolaborasi, data akurat, dan pendekatan manusiawi.

Di balik data, ada kisah nyata yang menyentuh hati. Ansariani, ibu dari Muhammad Zain Ibrahim (2 bulan), berharap ketua RT lebih aktif membantu pengawasan. Sementara Rusmini, ibu dari Muhammad Syakir (9 bulan), bersyukur sudah empat kali mendapat bantuan PMT. “Alhamdulillah, terima kasih sudah memperhatikan kesehatan keluarga kami,” ucapnya penuh syukur.

Namun, tak semua berjalan mulus. Sunarni, Ketua RT 22, mengaku baru tahu ada warganya yang masuk kategori KRS. Ia berjanji akan lebih proaktif, bahkan berencana mengalihkan sebagian dana kelurahan yang biasanya untuk infrastruktur, agar bisa membantu penanganan stunting.

Bagi para TPK, tantangan nyata masih ada. Komala, yang sudah menjadi pendamping kelurahan  selama dua tahun terakhir, menyoroti dua hal utama yakni data dan pola asuh. “Data yang dipakai rata-rata masih dari tahun 2020 atau 2022. Sekarang sudah 2025, jadi memang belum terbarui,” keluhnya.

Selain itu, ia juga menyoroti gaya pengasuhan sebagian ibu yang lebih mementingkan penampilan ketimbang kebutuhan anak.

Senada, TPK Irma menyampaikan kasus Ibu Linda, yang anaknya, Rizkia, masuk kategori KRS karena rumahnya tidak memiliki jamban. “Keluarga seperti ini seharusnya bisa mendapat program rumah layak huni,” harapnya.

Cap jempol stop stunting ini mengingatkan stunting bukan hanya soal gizi, tapi juga sanitasi, ekonomi, hingga pola asuh. Dengan langkah aktif, pemerintah Kutim berupaya menyentuh langsung keluarga yang paling rentan, bukan sekadar melalui laporan. Di balik setiap angka stunting, ada wajah anak-anak Kutim yang menunggu masa depan lebih sehat dan cerah.(*/sm4)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini