Satumejanews.id. SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) terus menunjukkan komitmennya dalam menekan angka stunting. Bertepatan dengan peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-32, Rabu (3/9/2025), Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim menggelar seminar sekaligus podcast “Bangga Kencana” dengan tema “Kepemimpinan Kolaboratif dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting dari Sudut Pandang Genetika Darah.”
Asisten Administrasi Umum Sekretariat Kabupaten Kutim, Sudirman Latif, sebagai narasumber menekankan pentingnya kepemimpinan berbasis kerja sama. Menurutnya, seorang pemimpin harus berperan layaknya dirigen orkestra, mampu menyatukan beragam potensi individu agar menghasilkan harmoni.
“Dalam bekerja di suatu tim itu bukan Superman yang dibutuhkan, akan tetapi super tim. Pemimpin harus paham potensi tiap orang agar bisa menyatukan kekuatan menjadi energi positif,” ujarnya usai acara di Ruang Multimedia Bangga Kencana DPPKB.
Sudirman mencontohkan penerapan E-Kinerja yang terbukti mendisiplinkan aparatur sipil negara (ASN). Namun, ia menegaskan peningkatan kinerja tak cukup dengan sistem, melainkan juga perlu komunikasi empatik dari pemimpin.
Podcast semakin menarik dengan kehadiran Direktur Golda Institut Indonesia, Eva Dipanti Tumba, yang mengaitkan kepemimpinan dengan karakter golongan darah (golda). Ia menjelaskan bahwa darah bukan sekadar identitas biologis, melainkan juga reseptor, pertahanan tubuh, hingga alat komunikasi dengan lingkungan. “Setiap golongan darah memberikan reaksi berbeda terhadap informasi yang sama. O itu pemburu, A petani, B penggembala, AB kompleks dan rasional. Pemahaman ini penting bagi pemimpin untuk menyeimbangkan kekuatan timnya,” papar Eva.

Lebih jauh, Eva menyinggung kaitan golda dengan isu stunting. Ia menekankan, kondisi psikologis ibu hamil berperan dominan terhadap perkembangan janin.
“Kalau ibu hamil stres, nutrisi tidak terserap maksimal untuk perkembangan otak dan fisik janin. Itulah sebabnya kesiapan mental lebih utama,” tegasnya.
Eva mendorong adanya pendidikan pranikah berbasis genetika dan golda. Bahkan, pihaknya tengah menyiapkan aplikasi khusus untuk membantu calon pasangan memahami faktor genetika sebelum menikah.
Sedangkan Kepala Pusat Kajian SDM dan Pengembangan Kepemimpinan (Pusjar SKPP) LAN Samarinda, Rahmat Suparman, menyebut podcast yang digelar Pemkab Kutim sebagai terobosan komunikasi yang efektif bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Dalam konteks kolaborasi tidak ada superman, yang ada adalah super team. Semua pihak, mulai dari dinas kesehatan, sosial, pendidikan, hingga tokoh masyarakat, harus bergerak bersama. Itu kunci percepatan penurunan stunting,” jelas Rahmat.
Rahmat juga menitipkan pesan khusus kepada Kepala DPPKB Kutim, Achmad Junaidi, yang sedang mengikuti Pendidikan Kepemimpinan Nasional. Ia diminta menjadi “dirigen” yang mampu mengorkestrasi peran berbagai OPD dan aktor non-pemerintah.

Selain itu, ia menegaskan pentingnya melibatkan masyarakat sebagai subjek, bukan sekadar objek program. “Masyarakat tahu persis keadaan di lapangan. Maka pemerintah harus mendengar dan mendampingi agar solusi benar-benar tepat sasaran,” tambahnya.
Kepala DPPKB Kutim, Achmad Junaidi, yang juga host menegaskan komitmen Pemkab Kutim dalam memperkuat kerja kolaboratif. Menurutnya, keberagaman OPD yang tergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting harus dipersatukan dengan satu visi yang sama. “Kalau tidak disatukan dalam teori kepemimpinan, masing-masing OPD bisa berjalan sendiri-sendiri. Bukan Bupati yang gagal, tapi bawahan yang gagal menerjemahkan visi misi,” tegasnya.
Untuk memastikan intervensi tepat sasaran, Junaidi mengungkapkan Kutim akan mengandalkan tiga data utama: anak stunting dari Dinas Kesehatan, keluarga berisiko stunting, serta keluarga miskin ekstrem dari Dinas Sosial.
“Semua OPD harus sepakat jemput bola dengan data ini. Sasarannya jelas, intervensinya tepat. Saya yakin angka stunting akan turun,” ungkapnya.
Ke depan, DPPKB Kutim akan rutin melibatkan pakar, penyuluh lapangan, hingga keluarga berisiko stunting dalam diskusi agar solusi benar-benar menyentuh akar masalah.“Gerak serentak, berbeda warna boleh, tapi tujuannya sama: menurunkan anak stunting di Kutim,” pungkasnya.(*)