Beranda Kutai Timur Klarifikasi BKPSDM Terkait Sekda dan Dokter dalam Polemik Absensi ASN Kutim

Klarifikasi BKPSDM Terkait Sekda dan Dokter dalam Polemik Absensi ASN Kutim

352
0

Satumejanews.id. SANGATTA – Polemik absensi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kutai Timur (Kutim) mencuat setelah unggahan di media sosial pada 11 September 2025 memicu kontroversi. Sebuah judul menohok berbunyi “Sekda Kutim Rizali Hadi Bikin Aturan Baru, Dirinya Tak Wajib Absen”, dengan cepat menyulut perbincangan publik. Sejumlah komentar menuding adanya keistimewaan, sementara yang lain mempertanyakan keadilan di tubuh birokrasi.

Kepala BKPSDM Kutim Misliansyah, menegaskan bahwa pengecualian absensi bagi Sekda bukan aturan baru yang lahir dari kehendak pribadi. Menurutnya, beban kerja jabatan sekretaris kabupaten atau sekda, justru melampaui jam kerja reguler. Rizali Hadi tidak hanya hadir di kantor, melainkan juga turun ke lapangan hingga larut malam.

“Seperti menghadiri kegiatan masyarakat, mendampingi bupati atau menuntaskan perintah mendesak. Beban itu semakin besar dengan posisinya sebagai ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), serta pelaksana berbagai fungsi koordinasi pemerintahan,” tutur Masliansyah.

Dijelaskannya, pada format aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi atau SRIKANDI.

“Apabila surat edaran ditandatangani oleh Sekda, maka pengguna kedinasannya memakai Kop Bupati Kutai Timur. Jadi atas nama Bupati Kutai Timur, bukan inisiatif pribadi,” ujarnya didampingi Kabid Penilaian Evaluasi Kinerja, di Kantor BKPSDM Kutim.

Pria yang disapa Ancah itu membeberkan, Surat Edaran Sekda tanggal 29 Agustus 2025 hanyalah tindak lanjut Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2025 tentang pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) berbasis disiplin dan produktivitas ASN. Beleid ini mengecualikan absensi bagi Sekda berlandaskan regulasi yang mengakui beban kerja pejabat tinggi tidak dapat diukur dengan pola presensi reguler.

Mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menegaskan kedudukan strategis Sekda. Sebagai pejabat yang membantu bupati, Sekda memimpin Sekretariat Daerah dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang luas, antara lain, membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan daerah. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis, menyelenggarakan pelayanan administratif bagi perangkat daerah. Mengelola tata laksana pemerintahan serta penataan organisasi, menyelenggarakan urusan keprotokolan dan komunikasi pimpinan. Merumuskan kebijakan bidang pemerintahan umum, hukum, dan kesejahteraan rakyat. Mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan tugas di lingkungan sekretariat. Serta membina, memotivasi, serta mengembangkan karier pegawai.

Dengan beban kerja yang demikian, lanjut Ancah, wajar bila pola presensi reguler tidak relevan. Jadi, bukan hanya mengerjakan banyak tugas dari kantor saja tapi Sekda sering kali justru beraktivitas di luar mengurusi hal-hal strategis sebagaimana uraian sederet tupoksi tadi.

“Prinsipnya, pengecualian ini demi efektivitas, bukan untuk menghindari kewajiban,” tegas Misliansyah.

Selain itu, polemik absensi turut menyeret tenaga medis di RSUD Kudungga. Direktur RSUD, dr Muhammad Yusuf, menegaskan bahwa dokter spesialis tidak lalai dalam kewajiban.

“Terkait teknis absensi tenaga medis, khususnya dokter spesialis, kami luruskan sesuai aturan rumah sakit. Dokter tidak salah,” katanya.

Lebih jauh dr Yusuf mengatakan, dokter spesialis memiliki tupoksi berbeda dengan ASN pada umumnya. Mereka bertanggung jawab melakukan diagnosis, tindakan medis, prosedur khusus, hingga edukasi kepada pasien. Karena sifat pekerjaannya, kehadiran dokter spesialis tidak bisa dipatok hanya pada jam kerja reguler 08.00-16.30 Wita.

“Mereka bisa dipanggil kapan saja. Untuk melakukan operasi darurat di malam hari, visitasi pasien rawat inap pada hari libur, atau merespons panggilan mendesak dari IGD,” bebernya.

Frasa “tidak harus absen” bagi dokter spesialis bukan berarti bebas dari kewajiban, akan tetapi, menutur dr Yusuf, meenyesuaikan terhadap pola kerja fleksibel yang mendukung layanan kesehatan.

“Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang fleksibilitas kerja ASN. Lihat saja Pasal 24 Ayat (2) menegaskan bahwa tugas yang tidak terikat jam kerja instansi dapat dijalankan secara dinamis sepanjang tetap memenuhi ketentuan hari kerja dan jam kerja ASN,” jelasnya.

RSUD Kudungga juga telah menerbitkan surat edaran internal yang mengatur jam pelayanan poliklinik rawat jalan dan visitasi pasien rawat inap. Kebijakan itu dilengkapi dengan pengawasan dan sanksi sesuai UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Dengan rangkaian klarifikasi tersebut, Pemkab Kutim menutup ruang spekulasi liar. Misliansyah mengingatkan, kritik ASN sebaiknya disampaikan secara bijak.

“Sampaikanlah dengan baik dan tepat sasaran. Bukan melalui media online yang dapat menimbulkan kegaduhan,” pungkasnya. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini